Memiliki sebuah mimpi adalah hal yang sangat wajar bagi setiap
manusia. Apalagi bagi kaum muda yang masih mempunyai ghirah tinggi. Hal
itu juga yang aku rasakan. Begitu banyak cita-cita yang selalu ku
impikan sejak masih ingusan. Tak jarang pula selalu ku utarakan
impianku kepada kepada ayah dan ibu. walaupun meraka hanya mengiyakan
dan selalu diakhiri dengan cadaan.
Aku anak biasa yang berasal
dari desa pusaka jaya, sebuah desa yang jauh dari jantung kota subang.
Kehidupan ku pun tak ada yang spesial, di sekolah tak pernah juara
kelas. Seingat ku, aku hanya mendapat kan peringkat ke-4 ketika aku
lulus dari SDN Arif Rahman Hakim. Dilingkungan rumah pun aku termasuk
anak yang sangat biasa-biasa saja. Tidak pandai main bola, main game
play station selalu kalah, dan ngaji al-quran yang biasa diikuti anak
kampung pun, hanya aku yang belum khatam. Sungguh tak ada yang spesial
yang terlahir dalam diriku. Tapi, allah swt maha adil. DIA selalu
mengirimkan suatu kelebihan di setiap kekurangan. Allah swt telah
menyiapkan untuk ku mental baja yang siap menjadi tameng disetiap
kekurangan ku, keraguan ku, kekalahan ku, dan untuk sang mimpi yang
selalu membisikan dalam telinga ku “Alan kamu pasti bisa, ayo jemput aku! Tidak ada yang mustahil di dunia ini”.
Aku
tumbuh menjadi anak yang penuh dengan impian. impian untuk mengeyam
pendidikan setinggi-tingginya, impian untuk memperbaiki kualitas hidup,
dan impian untuk membahagiakan kedua orang tua ku. keluarga ku bukanlah
berasal dari kaum berdarah biru. Ayah hanya seorang buruh bangun yang
kerjaanya tidak pasti. Ibu pun hanya berjualan jagung rebus keliling
yang keuntunganya hanya bisa dipakai untuk hari itu.
Keadaan
keluarga ku tak menjadikan alasan untuk menghentikan semua cita-cita ku
yang telah kubina sejak dulu. Sebelum kelulusan sekolah menengah pertama
diumumkan, aku telah memilih beberapa SMA yang menurutku bagus tapi
sangat ramah di kantong. Sebulan sebelum Ujian Nasional Tingkat SMP
tahun 2009, ada sebuah instansi yang mempromosikan sekolahnya.
“If
you could speak English well, a chance study aboard on your hand.”
terang salah seorang dari mereka. Mata ku tak dapat dialihkan dari
perhatiannya. Sekujur tubuh ku merinding disko ketika mendengarkan
penjelasanya.
“waaaaww!!! Sekolah keluar negeri!!! Kereen!!” ucap
ku dalam hati. Semenjak hari itu aku sangat berminat untuk masuk ke
sekolah dai annur.mencari informasi tentang pendaftaran dan semua hal
tentang sekolah dai annur adalah hal sangat penting aku lakukan. ujian
masuk SMA DA’I ANNUR- INDRAMAYU pun tinggal seminggu lagi akan
dilaksanakan. Periapan berperang melawan kolonial rentetan angka-angka
dan istilah – istilah aneh pun telah ku pelajari dengan baik. Namun
menjelang keberangkatan ku untuk mengikuti ujian test terkendala karna
aku tidak mempunya ongkos untuk pergi ke sekolah itu. Jarak antara desa
ku dan sekolah itu memang cukup jauh, butuh sekitar satu jam lebih untuk
bisa sampai kesana. Memang sih hanya Rp 30.000. tapi bagi ku itu adalah
jumlah yang sangat banyak! Jangankan uang sebesar itu, untuk mencukupi
kehidupan keluarga saja kadang tidak cukup. Bahkan ibu hanya membuat
bubur untuk makanan kami. Walaupun rasanya asin, tapi itu lah makanan
yang paling enak di rumah ku. yaaah memang, untuk makan saja sangat
susah apalagi memberi ku uang hanya untuk ongkos pergi. Tapi, usaha ku
tak lepas sampai disini, akhirnya utara kan semua masalahku kepada wali
kelas ku dan Alhamdulillah beliau berkenan untuk membantu saya. Masalah
ongkos pun telah berakhir.
***
“Ibu…..!!!!! aku
lulus!!!” teriak ku ketika sampai di depan pintu. Ibu langsung
menyambut ku dan meraih surat kelulusan yang sedari tadi ku genggam.
Sepanjang mata menyapu setia inci surat itu, Butiran bening pun mulai
mengalir dari sudut mata indahnya. Tatapan mata penuh kasih sayang
terpancar jelas dari kedua matanya.
“Alhamdulillah nak, alhamdulillah” ucap syukurnya.
Ibu
ku adalah wanita yang paling hebat yang pernah aku temui, sungguh!. Dia
tidak pernah mengeluhkan kesusahanya di depan ku. dia selalu tampak
tegar laksana karang yang tetap berdiri kokoh mesti ombak menghantamya
setiap detik. Begitulah sosok ibu ku, di dalam kesusahanya, ia selalu
mendukung setiap impian putra sulungnya. Walaupun ia juga tidak tahu
bagaimana cara mewujudkanya.
Setelah resmi bukan anak
SMP lagi, aku mulai tersadar bahwa aku harus benar-benar berusaha dalam
mewujudkan semua impian ku. khususnya impian ku mengenyam pendidikan
hingga sarjana. dengan modal mimpi dan tekad yang telah terpatri kuat
dalam hati untuk terus berusaha hingga allah lah yang akan menghentikan
usaha ku dan menggantikanya dengan sebuah sebuah istana yang penuh
dengan ke indahan.
ku goreskan nama ku diselembar formulir
pendaftaran sebuah SMK Negeri di kota ku sebagai persyaratan mendaftar
di sekolah tersebut.
“Bissmillahhirrohmanirrohim … semoga usaha ku
yang ini tidak gagal lagi” gumam ku dalam hati. Memang Setelah tidak
lolos seleksi di sma da’I annur – inrdamayu, aku putuskan untuk
mendaftar di sekolah ini. Kebetulan ada guru yang merekomendasikan ku
untuk daftar di sekolah tersebut.
”selain biayanya
murah, sekolahnya pun sudah bekerja sama dengan Negara lain, khususnya
Negara jepang yang setiap tahunnya meminta untuk mengirimkan suber daya
manusia dari sekolah itu untuk di kerjakan di perusahaan yang ada
jepang” jelas pak komar.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu
dan ayah aku mencoba untuk mendaftar. Hari- hari ku hanya ku lewati
dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.
Dua
minggu sudah tidak ada informasi tentang kejelasan surat pendaftran ku.
perasaan ku sangat tidak tenang, khawatir jika aku tidak lolos seleksi
lagi.
“Alan!! Alann!!” pangil ma’ruf sambil lari tergesa-gesa.
“Ada apa ruf, kayanya buru- buru sekali?.” Tanya ku.
Disodorkanya
sebuah surat dengan lambang sekolah SMK NEGERI 2 SUBANG di pojok kanan
atasnya. Ku amil surat itu dan ku baca dengan detak jantung yang
berdetak tak beraturan.
“Ginama Al? kamu lolos?.” Tanya ma’ruf.
“Alhamdulillah……!!!!!” teriak ku sambil loncat-loncat dan memeluk tubuh ma’ruf yang ada di depan ku.
“alhandulillah kalo gitu “
“kamu gimana ma’ruf?” Tanya ku.
“Alhamdulillah aku juga lolos” senyum tipisnya menyisip di wajahnya.
“
ouh iya al, kata pak komar satu minggu lagi kita ke sana untuk test
kesehatan dan bayar uang pendaftaran. Kita pergi bareng-bareng” ujarnya.
“satu minggu lagi??” Tanya ku kaget.
“iya, siap-siap aja ya!”
Ucapan
itu mengakhiri perbincangan ku dengan nya di sore itu. Sungguh aku
sangat bingung, aku merasa senang karna ku telah lolos seleksi. di sisi
lain, aku juga bingung bagaimana cara mencari uang sebesar itu dalam
jangka waktu satu minggu. ibu yang mendengar berita ini hanya menatap ku
dengan tatapan penuh misterius. Matanya sangat tajam melihat ku seakan
hendak menerkam ku. tapi, wajahnya memancarkan kasih saying yang luar
biasa. Sungguh aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh nya.
Satu
minggu memang waktu yang tidak cukup untuk mengumpulkan uang sebesar
itu, tapi setidaknya satu minggu merupakan waktu yang sangat berharga
jika hanya digunakan untuk hal yang tak bisa membantu menyelesaikan
masalah ku. tongkat dengan ujung besi bengkok diikat dengan karet ban
lah yang setia menemani ku dalam seminggu belakangan ini. pergi ke
setiap kebun untuk mencari ranting kering. Mata ku sudah sangat lihai
memilih mana ranting yang kering dan mana yang masih basah. Tangan ku
juga begitu termpil menarik ranting kering dengan tongkat ku ini jika
terlihat ada ranting yang sudah siap ambil. Ku ikat tumpukan kayu yang
sudah ku kumpulkan dengan tangkai daun pisang yang sudah layu daunya. Ku
bawa hasil rerotek ku untuk dijual ke tetangga yang masih menggunakan kayu bakar .
“Al…! mau bawa kemana tuh kayunya?” Tanya ibu maryam.
“mau aku jual bu” jawab ku.
“mau jual berapa al?”
“paling lima ribu aja bu”
“kalo gitu simpan aja sini biar ibu yang beli” tawarnya.
“hah? Serius bu?”
“iyaa, udah cepat taruh situ. Capek manggul kayu sebanyak itu” pintanya.
Ku letakan kayu itu di samping rumahnya dan ia pun member lima lembar uang seribuan sebagai pengganti kayu itu.
“emang buat apa al cari kayu kaya gini?” Tanya nya lagi.
“buat ongkos ke subang kota bu, kan 2 hari lagi mau ada test kesehatan di smk 2 subang. Bukanya ma’ruf ikut juga ?”
“ya
ampuun al, emang kalo kamu sudah masuk ke sekolah itu kamu mau tinggal
dimana? Biaya sekolahnya gimana? Nyari ongkos kesana saja sudah sesusah
ini apalagi biaya pendidikanya. Ma’ruf aja yang biaya pendaftaran sudah
lunas, tidak jadi masuk karna tak sanggup untuk biaya pendidikan dan
biaya hidup kedepanya” jelas bu maryam.
“jadi bu, ma’ruf tidak jadi masuk?? Terus masuk sekolah mana??”
“di smk hidayatullah. Selain dekat, biayanya juga sangat terjangkau. Jadi kamu gimana al kalo sudah mulai seolah disana?”
“hmmm mungkin aku bakal sambil kerja bu”
“yakin kamu sekolah sambil kerja?”
“insya allah bu, yaudah bu aku pamit dulu, sudah mulai sore.”
Perbincangan
aku dengan ibu ma’ruf telah mencabik-cabik semangat ku. memang benar
apa yang dikatakan ibu maryam. Bagaimana aku nantinya? Apakah aku bisa
menjalani hidup seperti itu? Mungkin hanya akhir dari usaha ku lah yang
akan menjawab pertanyaan itu.
Sinar matahari pagi
menembus ke ruang kamar ku sambil membisakan ke telinga ku “hei al
bangun!! Ini adalah hari terakhir yang akan menentukan impian mu. Ayo
cepat bangun!”
Suara itu hilang seiring terhembus angin ke luar
jendela. Kulihat sekitar rumah, sepi, Seperti tidak ada tanda kehidupan.
Ku lihat ke dapur, tak ada seorang pun disana.
“kemana ya ibu?” gumam ku dalam hati.
Ibu
datang dari balik pintu dengan muka yang sangat dalam, seakan memendam
masalah yang begitu besar. Semakin dekat semakin jelas wajah malaikat
itu di penuhi dengan kecemasan.
“ibu darimana? Terus kenapa wajh ibu murung seperti itu?”
ibu menatap ku sangat dalam dan begitu lama, kemudian memeluk ku dengan erat.
“nak,
maaf kan ibu nak, ibu tidak bisa membantu kamu. Ibu sudah usaha semampu
ibu tapi ibu tetap saja tak bisa. Seandainya jari-jari ibu ini bisa
dijual untuk membiayayai sekolah mu, ibu rela nak menjualnya!” isak
tangis pun pecah dalam pelukan ku.
“ibu… maafkan alan sudah
memaksa ibu. Seharusnya ala sudah sadar kalau ala tidak mungkin lanjut
sekolah, alan terlalu memaksakan bu. Mungkin ini memang yang terbaik
buat alan” air mata ku pun tak tertahan kan lagi keluar dari
kelenjarnya.
Semanjak hari itu, aku mulai sadar bahwa tidak
sekolah adalah yang terbaik untuk ku. aku hanya meyakini bahwa allah
adalah sebaik-baik penyusun rencana. Rencana yang indah pada saat yang
telah ditentukan. Kehidupan ku mulai berubah dari anak sekolah menjadi
anak tidak sekolah, terkadang aku iri jika melihat kawan ku memakai baju
putih abu-abu. Tak jarang pula aku menangis menerima kenyataan ini.
hanya shalat lah yang bisa menenangkan ku di saat seperti ini.
Tiga
bulan sudah aku lulus dari smp, kegiatan ku sekarang hanya menjadi
santri masjid. aku hanya ingin mencari kesibukan agar terlupa dari
kegagalan impian ku. kegiatan pesantren kilat pun telah berhasil membuat
ku lupa akan hal itu.
“Alan…alan..!!” sahut ibu dari luar masjid.
“Ada apa bu??” jawab ku.
“Tadi bibi sari baru datang dari batam kemudian mampir ke rumah”
“terus?”
“katanya nanti kamu ikut ke batam dan sekolah disana. Bibi sari yang membiayai.” Ujar ibu senang.
“serius bu? Alhamdulillah ya robb” ucap syukur ku.
Satu
hari sebelum hari idul fitri aku pamitan kepada ibu untuk berangkat ke
batam. Aku sangat senang akhirnya ku bisa juga sekolah. Sepanjang
perjalanan ke Jakarta aku hanya tersenyum-senyum sendiri, tak nyangka
aku kan sekolah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk belajar dengan
sungguh-sungguh. Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini. sesampainya ku
di batam, aku terkagum dengan kota ini. ternyata kota batam dekat dengan
Negara singapura. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa berkunjung
kesana.
4 tahun kemudian……..
“ibu , alan lulus dengan nilai
tertinggi se-SMA!! Alan juga dapat beasiswa kuliah sampai lulus bu di
Politeknik Negeri Batam!” terang ku pada ibu saat di telpon.
“Alhamdulillah nak….” Ucap ibu diiringi dengan isak tangis bahagia.
Hembusan
angin menari-nari di sekeliling ku seolah sedang merayakan suatu
kemenangan. Alunan dedaunan melambai-lambai seperti ingin mencoba
mengucapkan “selamat datang”. ku angkat ransel ku dan ku pandangi
bangungan kokoh bercat ungu di depan. Ku gerakan kaki dengan penuh
syukur atas nikmatnya menuju bangunan dengan tulisan “POLITEKNIK NEGERI
BATAM” di depanya.
“berdo’a lah kepada-KU,pasti AKU
akan mengabulkan do’a mu. Sungguh janji allah itu benar dan pasti, Lebih
pasti dari bahwa hari esok matahari akan terbit dari timur. Dan ingat
bahwa allah itu maha kuasa, tidak ada yang tidak mungkin bagi-NYA. maka,
berusaha dan berdo’a lah!”.
Secercah harapan hidup
Memiliki
sebuah mimpi adalah hal yang sangat wajar bagi setiap manusia. Apalagi
bagi kaum muda yang masih mempunyai ghirah tinggi. Hal itu juga yang aku
rasakan. Begitu banyak cita-cita yang selalu ku impikan sejak masih
ingusan. Tak jarang pula selalu ku utarakan impianku kepada kepada ayah
dan ibu. walaupun meraka hanya mengiyakan dan selalu diakhiri dengan
cadaan.
Aku anak biasa yang berasal dari desa pusaka jaya, sebuah
desa yang jauh dari jantung kota subang. Kehidupan ku pun tak ada yang
spesial, di sekolah tak pernah juara kelas. Seingat ku, aku hanya
mendapat kan peringkat ke-4 ketika aku lulus dari SDN Arif Rahman Hakim.
Dilingkungan rumah pun aku termasuk anak yang sangat biasa-biasa saja.
Tidak pandai main bola, main game play station selalu kalah, dan ngaji
al-quran yang biasa diikuti anak kampung pun, hanya aku yang belum
khatam. Sungguh tak ada yang spesial yang terlahir dalam diriku. Tapi,
allah swt maha adil. DIA selalu mengirimkan suatu kelebihan di setiap
kekurangan. Allah swt telah menyiapkan untuk ku mental baja yang siap
menjadi tameng disetiap kekurangan ku, keraguan ku, kekalahan ku, dan
untuk sang mimpi yang selalu membisikan dalam telinga ku “Alan kamu pasti bisa, ayo jemput aku! Tidak ada yang mustahil di dunia ini”.
Aku
tumbuh menjadi anak yang penuh dengan impian. impian untuk mengeyam
pendidikan setinggi-tingginya, impian untuk memperbaiki kualitas hidup,
dan impian untuk membahagiakan kedua orang tua ku. keluarga ku bukanlah
berasal dari kaum berdarah biru. Ayah hanya seorang buruh bangun yang
kerjaanya tidak pasti. Ibu pun hanya berjualan jagung rebus keliling
yang keuntunganya hanya bisa dipakai untuk hari itu.
Keadaan
keluarga ku tak menjadikan alasan untuk menghentikan semua cita-cita ku
yang telah kubina sejak dulu. Sebelum kelulusan sekolah menengah pertama
diumumkan, aku telah memilih beberapa SMA yang menurutku bagus tapi
sangat ramah di kantong. Sebulan sebelum Ujian Nasional Tingkat SMP
tahun 2009, ada sebuah instansi yang mempromosikan sekolahnya.
“If
you could speak English well, a chance study aboard on your hand.”
terang salah seorang dari mereka. Mata ku tak dapat dialihkan dari
perhatiannya. Sekujur tubuh ku merinding disko ketika mendengarkan
penjelasanya.
“waaaaww!!! Sekolah keluar negeri!!! Kereen!!” ucap
ku dalam hati. Semenjak hari itu aku sangat berminat untuk masuk ke
sekolah dai annur.mencari informasi tentang pendaftaran dan semua hal
tentang sekolah dai annur adalah hal sangat penting aku lakukan. ujian
masuk SMA DA’I ANNUR- INDRAMAYU pun tinggal seminggu lagi akan
dilaksanakan. Periapan berperang melawan kolonial rentetan angka-angka
dan istilah – istilah aneh pun telah ku pelajari dengan baik. Namun
menjelang keberangkatan ku untuk mengikuti ujian test terkendala karna
aku tidak mempunya ongkos untuk pergi ke sekolah itu. Jarak antara desa
ku dan sekolah itu memang cukup jauh, butuh sekitar satu jam lebih untuk
bisa sampai kesana. Memang sih hanya Rp 30.000. tapi bagi ku itu adalah
jumlah yang sangat banyak! Jangankan uang sebesar itu, untuk mencukupi
kehidupan keluarga saja kadang tidak cukup. Bahkan ibu hanya membuat
bubur untuk makanan kami. Walaupun rasanya asin, tapi itu lah makanan
yang paling enak di rumah ku. yaaah memang, untuk makan saja sangat
susah apalagi memberi ku uang hanya untuk ongkos pergi. Tapi, usaha ku
tak lepas sampai disini, akhirnya utara kan semua masalahku kepada wali
kelas ku dan Alhamdulillah beliau berkenan untuk membantu saya. Masalah
ongkos pun telah berakhir.
***
“Ibu…..!!!!! aku
lulus!!!” teriak ku ketika sampai di depan pintu. Ibu langsung
menyambut ku dan meraih surat kelulusan yang sedari tadi ku genggam.
Sepanjang mata menyapu setia inci surat itu, Butiran bening pun mulai
mengalir dari sudut mata indahnya. Tatapan mata penuh kasih sayang
terpancar jelas dari kedua matanya.
“Alhamdulillah nak, alhamdulillah” ucap syukurnya.
Ibu
ku adalah wanita yang paling hebat yang pernah aku temui, sungguh!. Dia
tidak pernah mengeluhkan kesusahanya di depan ku. dia selalu tampak
tegar laksana karang yang tetap berdiri kokoh mesti ombak menghantamya
setiap detik. Begitulah sosok ibu ku, di dalam kesusahanya, ia selalu
mendukung setiap impian putra sulungnya. Walaupun ia juga tidak tahu
bagaimana cara mewujudkanya.
Setelah resmi bukan anak
SMP lagi, aku mulai tersadar bahwa aku harus benar-benar berusaha dalam
mewujudkan semua impian ku. khususnya impian ku mengenyam pendidikan
hingga sarjana. dengan modal mimpi dan tekad yang telah terpatri kuat
dalam hati untuk terus berusaha hingga allah lah yang akan menghentikan
usaha ku dan menggantikanya dengan sebuah sebuah istana yang penuh
dengan ke indahan.
ku goreskan nama ku diselembar formulir
pendaftaran sebuah SMK Negeri di kota ku sebagai persyaratan mendaftar
di sekolah tersebut.
“Bissmillahhirrohmanirrohim … semoga usaha ku
yang ini tidak gagal lagi” gumam ku dalam hati. Memang Setelah tidak
lolos seleksi di sma da’I annur – inrdamayu, aku putuskan untuk
mendaftar di sekolah ini. Kebetulan ada guru yang merekomendasikan ku
untuk daftar di sekolah tersebut.
”selain biayanya
murah, sekolahnya pun sudah bekerja sama dengan Negara lain, khususnya
Negara jepang yang setiap tahunnya meminta untuk mengirimkan suber daya
manusia dari sekolah itu untuk di kerjakan di perusahaan yang ada
jepang” jelas pak komar.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu
dan ayah aku mencoba untuk mendaftar. Hari- hari ku hanya ku lewati
dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.
Dua
minggu sudah tidak ada informasi tentang kejelasan surat pendaftran ku.
perasaan ku sangat tidak tenang, khawatir jika aku tidak lolos seleksi
lagi.
“Alan!! Alann!!” pangil ma’ruf sambil lari tergesa-gesa.
“Ada apa ruf, kayanya buru- buru sekali?.” Tanya ku.
Disodorkanya
sebuah surat dengan lambang sekolah SMK NEGERI 2 SUBANG di pojok kanan
atasnya. Ku amil surat itu dan ku baca dengan detak jantung yang
berdetak tak beraturan.
“Ginama Al? kamu lolos?.” Tanya ma’ruf.
“Alhamdulillah……!!!!!” teriak ku sambil loncat-loncat dan memeluk tubuh ma’ruf yang ada di depan ku.
“alhandulillah kalo gitu “
“kamu gimana ma’ruf?” Tanya ku.
“Alhamdulillah aku juga lolos” senyum tipisnya menyisip di wajahnya.
“
ouh iya al, kata pak komar satu minggu lagi kita ke sana untuk test
kesehatan dan bayar uang pendaftaran. Kita pergi bareng-bareng” ujarnya.
“satu minggu lagi??” Tanya ku kaget.
“iya, siap-siap aja ya!”
Ucapan
itu mengakhiri perbincangan ku dengan nya di sore itu. Sungguh aku
sangat bingung, aku merasa senang karna ku telah lolos seleksi. di sisi
lain, aku juga bingung bagaimana cara mencari uang sebesar itu dalam
jangka waktu satu minggu. ibu yang mendengar berita ini hanya menatap ku
dengan tatapan penuh misterius. Matanya sangat tajam melihat ku seakan
hendak menerkam ku. tapi, wajahnya memancarkan kasih saying yang luar
biasa. Sungguh aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh nya.
Satu
minggu memang waktu yang tidak cukup untuk mengumpulkan uang sebesar
itu, tapi setidaknya satu minggu merupakan waktu yang sangat berharga
jika hanya digunakan untuk hal yang tak bisa membantu menyelesaikan
masalah ku. tongkat dengan ujung besi bengkok diikat dengan karet ban
lah yang setia menemani ku dalam seminggu belakangan ini. pergi ke
setiap kebun untuk mencari ranting kering. Mata ku sudah sangat lihai
memilih mana ranting yang kering dan mana yang masih basah. Tangan ku
juga begitu termpil menarik ranting kering dengan tongkat ku ini jika
terlihat ada ranting yang sudah siap ambil. Ku ikat tumpukan kayu yang
sudah ku kumpulkan dengan tangkai daun pisang yang sudah layu daunya. Ku
bawa hasil rerotek ku untuk dijual ke tetangga yang masih menggunakan kayu bakar .
“Al…! mau bawa kemana tuh kayunya?” Tanya ibu maryam.
“mau aku jual bu” jawab ku.
“mau jual berapa al?”
“paling lima ribu aja bu”
“kalo gitu simpan aja sini biar ibu yang beli” tawarnya.
“hah? Serius bu?”
“iyaa, udah cepat taruh situ. Capek manggul kayu sebanyak itu” pintanya.
Ku letakan kayu itu di samping rumahnya dan ia pun member lima lembar uang seribuan sebagai pengganti kayu itu.
“emang buat apa al cari kayu kaya gini?” Tanya nya lagi.
“buat ongkos ke subang kota bu, kan 2 hari lagi mau ada test kesehatan di smk 2 subang. Bukanya ma’ruf ikut juga ?”
“ya
ampuun al, emang kalo kamu sudah masuk ke sekolah itu kamu mau tinggal
dimana? Biaya sekolahnya gimana? Nyari ongkos kesana saja sudah sesusah
ini apalagi biaya pendidikanya. Ma’ruf aja yang biaya pendaftaran sudah
lunas, tidak jadi masuk karna tak sanggup untuk biaya pendidikan dan
biaya hidup kedepanya” jelas bu maryam.
“jadi bu, ma’ruf tidak jadi masuk?? Terus masuk sekolah mana??”
“di smk hidayatullah. Selain dekat, biayanya juga sangat terjangkau. Jadi kamu gimana al kalo sudah mulai seolah disana?”
“hmmm mungkin aku bakal sambil kerja bu”
“yakin kamu sekolah sambil kerja?”
“insya allah bu, yaudah bu aku pamit dulu, sudah mulai sore.”
Perbincangan
aku dengan ibu ma’ruf telah mencabik-cabik semangat ku. memang benar
apa yang dikatakan ibu maryam. Bagaimana aku nantinya? Apakah aku bisa
menjalani hidup seperti itu? Mungkin hanya akhir dari usaha ku lah yang
akan menjawab pertanyaan itu.
Sinar matahari pagi
menembus ke ruang kamar ku sambil membisakan ke telinga ku “hei al
bangun!! Ini adalah hari terakhir yang akan menentukan impian mu. Ayo
cepat bangun!”
Suara itu hilang seiring terhembus angin ke luar
jendela. Kulihat sekitar rumah, sepi, Seperti tidak ada tanda kehidupan.
Ku lihat ke dapur, tak ada seorang pun disana.
“kemana ya ibu?” gumam ku dalam hati.
Ibu
datang dari balik pintu dengan muka yang sangat dalam, seakan memendam
masalah yang begitu besar. Semakin dekat semakin jelas wajah malaikat
itu di penuhi dengan kecemasan.
“ibu darimana? Terus kenapa wajh ibu murung seperti itu?”
ibu menatap ku sangat dalam dan begitu lama, kemudian memeluk ku dengan erat.
“nak,
maaf kan ibu nak, ibu tidak bisa membantu kamu. Ibu sudah usaha semampu
ibu tapi ibu tetap saja tak bisa. Seandainya jari-jari ibu ini bisa
dijual untuk membiayayai sekolah mu, ibu rela nak menjualnya!” isak
tangis pun pecah dalam pelukan ku.
“ibu… maafkan alan sudah
memaksa ibu. Seharusnya ala sudah sadar kalau ala tidak mungkin lanjut
sekolah, alan terlalu memaksakan bu. Mungkin ini memang yang terbaik
buat alan” air mata ku pun tak tertahan kan lagi keluar dari
kelenjarnya.
Semanjak hari itu, aku mulai sadar bahwa tidak
sekolah adalah yang terbaik untuk ku. aku hanya meyakini bahwa allah
adalah sebaik-baik penyusun rencana. Rencana yang indah pada saat yang
telah ditentukan. Kehidupan ku mulai berubah dari anak sekolah menjadi
anak tidak sekolah, terkadang aku iri jika melihat kawan ku memakai baju
putih abu-abu. Tak jarang pula aku menangis menerima kenyataan ini.
hanya shalat lah yang bisa menenangkan ku di saat seperti ini.
Tiga
bulan sudah aku lulus dari smp, kegiatan ku sekarang hanya menjadi
santri masjid. aku hanya ingin mencari kesibukan agar terlupa dari
kegagalan impian ku. kegiatan pesantren kilat pun telah berhasil membuat
ku lupa akan hal itu.
“Alan…alan..!!” sahut ibu dari luar masjid.
“Ada apa bu??” jawab ku.
“Tadi bibi sari baru datang dari batam kemudian mampir ke rumah”
“terus?”
“katanya nanti kamu ikut ke batam dan sekolah disana. Bibi sari yang membiayai.” Ujar ibu senang.
“serius bu? Alhamdulillah ya robb” ucap syukur ku.
Satu
hari sebelum hari idul fitri aku pamitan kepada ibu untuk berangkat ke
batam. Aku sangat senang akhirnya ku bisa juga sekolah. Sepanjang
perjalanan ke Jakarta aku hanya tersenyum-senyum sendiri, tak nyangka
aku kan sekolah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk belajar dengan
sungguh-sungguh. Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini. sesampainya ku
di batam, aku terkagum dengan kota ini. ternyata kota batam dekat dengan
Negara singapura. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa berkunjung
kesana.
4 tahun kemudian……..
“ibu , alan lulus dengan nilai
tertinggi se-SMA!! Alan juga dapat beasiswa kuliah sampai lulus bu di
Politeknik Negeri Batam!” terang ku pada ibu saat di telpon.
“Alhamdulillah nak….” Ucap ibu diiringi dengan isak tangis bahagia.
Hembusan
angin menari-nari di sekeliling ku seolah sedang merayakan suatu
kemenangan. Alunan dedaunan melambai-lambai seperti ingin mencoba
mengucapkan “selamat datang”. ku angkat ransel ku dan ku pandangi
bangungan kokoh bercat ungu di depan. Ku gerakan kaki dengan penuh
syukur atas nikmatnya menuju bangunan dengan tulisan “POLITEKNIK NEGERI
BATAM” di depanya.
“berdo’a lah kepada-KU,pasti AKU
akan mengabulkan do’a mu. Sungguh janji allah itu benar dan pasti, Lebih
pasti dari bahwa hari esok matahari akan terbit dari timur. Dan ingat
bahwa allah itu maha kuasa, tidak ada yang tidak mungkin bagi-NYA. maka,
berusaha dan berdo’a lah!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar