Selasa, 04 Maret 2014

Live your dream!

Memiliki sebuah mimpi adalah hal yang sangat wajar bagi setiap manusia. Apalagi bagi kaum muda yang masih mempunyai ghirah tinggi. Hal itu juga yang aku rasakan. Begitu banyak cita-cita yang selalu ku impikan sejak masih ingusan. Tak jarang pula selalu ku utarakan impianku  kepada kepada ayah dan ibu. walaupun meraka hanya mengiyakan dan selalu diakhiri dengan cadaan.
Aku anak biasa yang berasal dari desa pusaka jaya, sebuah desa yang jauh dari jantung kota subang. Kehidupan ku pun tak ada yang spesial, di sekolah tak pernah juara kelas. Seingat ku, aku hanya mendapat kan peringkat ke-4 ketika aku lulus dari SDN Arif Rahman Hakim. Dilingkungan rumah pun aku termasuk anak yang sangat biasa-biasa saja. Tidak pandai main bola, main game play station selalu kalah, dan ngaji al-quran yang biasa diikuti anak kampung pun, hanya aku yang belum khatam. Sungguh tak ada yang spesial yang terlahir dalam diriku. Tapi, allah swt maha adil. DIA selalu mengirimkan suatu kelebihan di setiap kekurangan.  Allah swt telah menyiapkan untuk ku mental baja yang siap menjadi tameng disetiap kekurangan ku, keraguan ku, kekalahan ku, dan untuk sang mimpi yang selalu membisikan dalam telinga ku “Alan kamu pasti bisa, ayo jemput aku! Tidak ada yang mustahil di dunia ini”.
Aku tumbuh menjadi anak yang penuh dengan impian. impian untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya, impian untuk memperbaiki  kualitas hidup, dan impian untuk membahagiakan kedua orang tua ku. keluarga ku bukanlah berasal dari kaum berdarah biru. Ayah hanya seorang buruh bangun yang kerjaanya tidak pasti. Ibu pun hanya berjualan jagung rebus keliling yang keuntunganya hanya bisa dipakai untuk hari itu.
Keadaan keluarga ku tak menjadikan alasan untuk menghentikan semua cita-cita ku yang telah kubina sejak dulu. Sebelum kelulusan sekolah menengah pertama diumumkan, aku telah memilih beberapa SMA yang menurutku bagus tapi sangat ramah di kantong. Sebulan sebelum Ujian Nasional Tingkat SMP tahun 2009, ada sebuah instansi yang mempromosikan sekolahnya.
“If you could speak English well, a chance study aboard on your hand.” terang salah seorang dari mereka. Mata ku tak dapat dialihkan dari perhatiannya. Sekujur tubuh ku merinding disko ketika mendengarkan penjelasanya.
“waaaaww!!! Sekolah keluar negeri!!! Kereen!!” ucap ku dalam hati. Semenjak hari itu aku sangat berminat untuk masuk ke sekolah dai annur.mencari informasi tentang pendaftaran dan semua hal tentang sekolah dai annur adalah hal sangat penting aku lakukan. ujian masuk SMA DA’I ANNUR- INDRAMAYU pun tinggal seminggu lagi akan dilaksanakan. Periapan berperang melawan kolonial rentetan angka-angka dan istilah – istilah aneh pun telah ku pelajari dengan baik. Namun menjelang keberangkatan ku untuk mengikuti ujian test terkendala karna aku tidak mempunya ongkos untuk pergi ke sekolah itu. Jarak antara desa ku dan sekolah itu memang cukup jauh, butuh sekitar satu jam lebih untuk bisa sampai kesana. Memang sih hanya Rp 30.000. tapi bagi ku itu adalah jumlah yang sangat banyak! Jangankan uang sebesar itu, untuk mencukupi kehidupan keluarga saja kadang tidak cukup. Bahkan ibu hanya membuat bubur untuk makanan kami. Walaupun rasanya asin, tapi itu lah makanan yang paling enak di rumah ku. yaaah  memang, untuk makan saja sangat susah apalagi memberi ku uang hanya untuk ongkos pergi. Tapi, usaha ku tak lepas sampai disini, akhirnya utara kan semua masalahku kepada wali kelas ku dan Alhamdulillah beliau berkenan untuk membantu saya. Masalah ongkos  pun telah berakhir.

***
“Ibu…..!!!!! aku lulus!!!” teriak ku ketika sampai di depan pintu.  Ibu langsung menyambut ku dan meraih surat kelulusan yang sedari tadi ku genggam. Sepanjang mata menyapu setia inci surat itu, Butiran bening pun mulai mengalir dari sudut mata indahnya. Tatapan mata penuh kasih sayang terpancar jelas dari kedua matanya.
“Alhamdulillah nak, alhamdulillah” ucap syukurnya.
Ibu ku adalah wanita yang paling hebat yang pernah aku temui, sungguh!. Dia tidak pernah mengeluhkan kesusahanya di depan ku. dia selalu tampak tegar laksana karang yang tetap berdiri kokoh mesti ombak menghantamya setiap detik. Begitulah sosok ibu ku, di dalam kesusahanya, ia selalu mendukung setiap impian putra sulungnya. Walaupun ia juga tidak tahu bagaimana cara mewujudkanya.

Setelah resmi bukan anak SMP lagi, aku mulai tersadar bahwa aku harus benar-benar berusaha dalam mewujudkan semua impian ku. khususnya impian ku mengenyam pendidikan hingga sarjana. dengan modal mimpi dan tekad yang telah terpatri kuat dalam hati untuk terus berusaha hingga allah lah yang akan menghentikan usaha ku dan menggantikanya dengan sebuah  sebuah istana yang penuh dengan ke indahan.
ku goreskan nama ku diselembar formulir pendaftaran sebuah SMK Negeri di kota ku sebagai persyaratan mendaftar di sekolah tersebut.
“Bissmillahhirrohmanirrohim … semoga usaha ku yang ini tidak gagal lagi” gumam ku dalam hati. Memang Setelah tidak lolos seleksi di sma da’I annur – inrdamayu, aku putuskan untuk mendaftar di sekolah ini. Kebetulan ada guru yang merekomendasikan ku untuk daftar di sekolah tersebut.

”selain biayanya murah, sekolahnya pun sudah bekerja sama dengan Negara lain, khususnya Negara jepang yang setiap tahunnya meminta untuk mengirimkan suber daya manusia dari sekolah itu untuk di kerjakan di perusahaan yang ada jepang” jelas pak komar.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu dan ayah aku mencoba untuk mendaftar.  Hari- hari ku hanya ku lewati dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.
Dua minggu sudah tidak ada informasi tentang kejelasan surat pendaftran ku. perasaan ku sangat tidak tenang, khawatir jika aku tidak lolos seleksi lagi.
“Alan!! Alann!!” pangil ma’ruf sambil lari tergesa-gesa.
“Ada apa ruf, kayanya buru- buru sekali?.” Tanya ku.
Disodorkanya sebuah surat dengan lambang sekolah SMK NEGERI 2 SUBANG di pojok kanan atasnya. Ku amil surat itu dan ku baca dengan detak jantung yang berdetak tak beraturan.
“Ginama Al? kamu lolos?.” Tanya ma’ruf.
“Alhamdulillah……!!!!!” teriak ku sambil loncat-loncat dan memeluk tubuh ma’ruf yang ada di depan ku.
“alhandulillah kalo gitu “
“kamu gimana ma’ruf?” Tanya ku.
“Alhamdulillah aku juga lolos” senyum tipisnya menyisip di wajahnya.
“ ouh iya al, kata pak komar satu minggu lagi kita ke sana untuk test kesehatan dan bayar uang pendaftaran. Kita pergi bareng-bareng” ujarnya.
“satu minggu lagi??” Tanya ku kaget.
“iya, siap-siap aja ya!”
Ucapan itu mengakhiri perbincangan ku dengan nya di sore itu. Sungguh aku sangat bingung, aku merasa senang karna ku telah lolos seleksi. di sisi lain,  aku juga bingung bagaimana cara mencari uang sebesar itu dalam jangka waktu satu minggu. ibu yang mendengar berita ini hanya menatap ku dengan tatapan penuh misterius. Matanya sangat tajam melihat ku seakan hendak menerkam ku. tapi, wajahnya memancarkan kasih saying yang luar biasa. Sungguh aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh nya.
Satu minggu memang waktu yang tidak cukup untuk mengumpulkan uang sebesar itu, tapi setidaknya satu minggu merupakan waktu yang sangat berharga jika hanya digunakan untuk hal yang tak bisa membantu menyelesaikan masalah ku. tongkat dengan ujung besi bengkok diikat dengan karet ban lah yang setia menemani ku dalam seminggu belakangan ini. pergi ke setiap kebun untuk mencari ranting kering. Mata ku sudah sangat lihai memilih mana ranting yang kering dan mana yang masih basah. Tangan ku juga begitu termpil menarik ranting kering dengan tongkat ku ini jika terlihat ada ranting yang sudah siap ambil. Ku ikat tumpukan kayu yang sudah ku kumpulkan dengan tangkai daun pisang yang sudah layu daunya. Ku bawa hasil rerotek ku untuk dijual ke tetangga yang masih menggunakan kayu bakar .
“Al…! mau bawa kemana tuh kayunya?” Tanya ibu maryam.
“mau aku jual bu” jawab ku.
“mau jual berapa al?”
“paling lima ribu aja bu”
“kalo gitu simpan aja sini biar ibu yang beli” tawarnya.
“hah? Serius bu?”
“iyaa, udah cepat taruh situ. Capek manggul kayu sebanyak itu” pintanya.
Ku letakan kayu itu di samping rumahnya dan ia pun member lima lembar uang seribuan sebagai pengganti kayu itu.
“emang buat apa al cari kayu kaya gini?” Tanya nya lagi.
“buat ongkos ke subang kota bu, kan 2 hari lagi mau ada test kesehatan di smk 2 subang. Bukanya ma’ruf  ikut juga ?”
“ya ampuun al, emang kalo kamu sudah masuk ke sekolah itu kamu mau tinggal dimana? Biaya sekolahnya gimana? Nyari ongkos kesana saja sudah sesusah ini apalagi biaya pendidikanya. Ma’ruf aja yang biaya pendaftaran sudah lunas, tidak jadi masuk karna tak sanggup untuk biaya pendidikan dan biaya hidup kedepanya” jelas bu maryam.
“jadi bu, ma’ruf  tidak jadi masuk?? Terus masuk sekolah mana??”
“di smk hidayatullah. Selain dekat, biayanya juga sangat terjangkau. Jadi kamu gimana al kalo sudah mulai seolah disana?”
“hmmm mungkin aku bakal sambil kerja bu”
“yakin kamu sekolah sambil kerja?”
“insya allah bu, yaudah bu aku pamit dulu, sudah mulai sore.”
Perbincangan aku dengan ibu ma’ruf telah mencabik-cabik semangat ku. memang benar apa yang dikatakan ibu maryam. Bagaimana aku nantinya? Apakah aku bisa menjalani hidup seperti itu? Mungkin hanya akhir dari usaha ku lah yang akan menjawab pertanyaan itu.

Sinar matahari pagi menembus ke ruang kamar ku sambil membisakan ke telinga ku “hei al bangun!! Ini adalah hari terakhir yang akan menentukan impian mu. Ayo cepat bangun!”
Suara itu hilang seiring terhembus angin ke luar jendela. Kulihat sekitar rumah, sepi, Seperti tidak ada tanda kehidupan. Ku lihat ke dapur, tak ada seorang pun disana.
“kemana ya ibu?” gumam ku dalam hati.
Ibu datang dari balik pintu dengan muka yang sangat dalam, seakan memendam masalah yang begitu besar. Semakin dekat semakin jelas wajah malaikat itu di penuhi dengan kecemasan.
“ibu darimana? Terus kenapa wajh ibu murung seperti itu?”
ibu menatap ku sangat dalam dan begitu lama, kemudian memeluk ku dengan erat.
“nak, maaf kan ibu nak, ibu tidak bisa membantu kamu. Ibu sudah usaha semampu ibu tapi ibu tetap saja tak bisa. Seandainya jari-jari ibu ini bisa dijual untuk membiayayai sekolah mu, ibu rela nak menjualnya!” isak tangis pun pecah dalam pelukan ku.
“ibu… maafkan alan sudah memaksa ibu. Seharusnya ala sudah sadar kalau ala tidak mungkin lanjut sekolah, alan terlalu memaksakan bu. Mungkin ini memang yang terbaik buat alan” air mata ku pun tak tertahan kan lagi keluar dari kelenjarnya.
Semanjak hari itu, aku mulai sadar bahwa tidak sekolah adalah yang terbaik untuk ku. aku hanya meyakini bahwa allah adalah sebaik-baik penyusun rencana. Rencana yang indah pada saat yang telah ditentukan. Kehidupan ku mulai berubah dari anak sekolah menjadi anak tidak sekolah, terkadang aku iri jika melihat kawan ku memakai baju putih abu-abu. Tak jarang pula aku menangis menerima kenyataan ini. hanya shalat lah yang bisa menenangkan ku di saat seperti ini.
Tiga bulan sudah aku lulus dari smp, kegiatan ku sekarang hanya menjadi santri masjid. aku hanya ingin mencari kesibukan agar terlupa dari kegagalan impian ku. kegiatan pesantren kilat pun telah berhasil membuat ku lupa akan hal itu.
“Alan…alan..!!” sahut ibu dari luar masjid.
“Ada apa bu??” jawab ku.
“Tadi bibi sari baru datang dari batam kemudian mampir ke rumah”
“terus?”
“katanya nanti kamu ikut ke batam dan sekolah disana. Bibi sari yang membiayai.” Ujar ibu senang.
“serius bu? Alhamdulillah ya robb” ucap syukur ku.

Satu hari sebelum hari idul fitri aku pamitan kepada ibu untuk berangkat ke batam. Aku sangat senang akhirnya ku bisa juga sekolah. Sepanjang perjalanan ke Jakarta aku hanya tersenyum-senyum sendiri, tak nyangka aku kan sekolah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini. sesampainya ku di batam, aku terkagum dengan kota ini. ternyata kota batam dekat dengan Negara singapura. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa berkunjung kesana.
4 tahun kemudian……..
“ibu , alan lulus dengan nilai tertinggi se-SMA!! Alan juga dapat beasiswa kuliah sampai lulus bu di Politeknik Negeri Batam!” terang ku pada ibu saat di telpon.
“Alhamdulillah nak….” Ucap ibu diiringi dengan isak tangis bahagia.

Hembusan angin menari-nari di sekeliling ku seolah sedang merayakan suatu kemenangan.  Alunan dedaunan melambai-lambai seperti ingin mencoba  mengucapkan “selamat datang”. ku angkat ransel ku dan ku pandangi bangungan kokoh bercat ungu di depan. Ku gerakan kaki dengan penuh syukur atas nikmatnya menuju bangunan dengan tulisan “POLITEKNIK NEGERI BATAM”  di depanya.

“berdo’a lah kepada-KU,pasti AKU akan mengabulkan do’a mu. Sungguh janji allah itu benar dan pasti, Lebih pasti dari bahwa hari esok matahari akan terbit dari timur. Dan ingat bahwa allah itu maha kuasa, tidak ada yang tidak mungkin bagi-NYA. maka, berusaha dan berdo’a lah!”.


Secercah harapan hidup
Memiliki sebuah mimpi adalah hal yang sangat wajar bagi setiap manusia. Apalagi bagi kaum muda yang masih mempunyai ghirah tinggi. Hal itu juga yang aku rasakan. Begitu banyak cita-cita yang selalu ku impikan sejak masih ingusan. Tak jarang pula selalu ku utarakan impianku  kepada kepada ayah dan ibu. walaupun meraka hanya mengiyakan dan selalu diakhiri dengan cadaan.
Aku anak biasa yang berasal dari desa pusaka jaya, sebuah desa yang jauh dari jantung kota subang. Kehidupan ku pun tak ada yang spesial, di sekolah tak pernah juara kelas. Seingat ku, aku hanya mendapat kan peringkat ke-4 ketika aku lulus dari SDN Arif Rahman Hakim. Dilingkungan rumah pun aku termasuk anak yang sangat biasa-biasa saja. Tidak pandai main bola, main game play station selalu kalah, dan ngaji al-quran yang biasa diikuti anak kampung pun, hanya aku yang belum khatam. Sungguh tak ada yang spesial yang terlahir dalam diriku. Tapi, allah swt maha adil. DIA selalu mengirimkan suatu kelebihan di setiap kekurangan.  Allah swt telah menyiapkan untuk ku mental baja yang siap menjadi tameng disetiap kekurangan ku, keraguan ku, kekalahan ku, dan untuk sang mimpi yang selalu membisikan dalam telinga ku “Alan kamu pasti bisa, ayo jemput aku! Tidak ada yang mustahil di dunia ini”.
Aku tumbuh menjadi anak yang penuh dengan impian. impian untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya, impian untuk memperbaiki  kualitas hidup, dan impian untuk membahagiakan kedua orang tua ku. keluarga ku bukanlah berasal dari kaum berdarah biru. Ayah hanya seorang buruh bangun yang kerjaanya tidak pasti. Ibu pun hanya berjualan jagung rebus keliling yang keuntunganya hanya bisa dipakai untuk hari itu.
Keadaan keluarga ku tak menjadikan alasan untuk menghentikan semua cita-cita ku yang telah kubina sejak dulu. Sebelum kelulusan sekolah menengah pertama diumumkan, aku telah memilih beberapa SMA yang menurutku bagus tapi sangat ramah di kantong. Sebulan sebelum Ujian Nasional Tingkat SMP tahun 2009, ada sebuah instansi yang mempromosikan sekolahnya.
“If you could speak English well, a chance study aboard on your hand.” terang salah seorang dari mereka. Mata ku tak dapat dialihkan dari perhatiannya. Sekujur tubuh ku merinding disko ketika mendengarkan penjelasanya.
“waaaaww!!! Sekolah keluar negeri!!! Kereen!!” ucap ku dalam hati. Semenjak hari itu aku sangat berminat untuk masuk ke sekolah dai annur.mencari informasi tentang pendaftaran dan semua hal tentang sekolah dai annur adalah hal sangat penting aku lakukan. ujian masuk SMA DA’I ANNUR- INDRAMAYU pun tinggal seminggu lagi akan dilaksanakan. Periapan berperang melawan kolonial rentetan angka-angka dan istilah – istilah aneh pun telah ku pelajari dengan baik. Namun menjelang keberangkatan ku untuk mengikuti ujian test terkendala karna aku tidak mempunya ongkos untuk pergi ke sekolah itu. Jarak antara desa ku dan sekolah itu memang cukup jauh, butuh sekitar satu jam lebih untuk bisa sampai kesana. Memang sih hanya Rp 30.000. tapi bagi ku itu adalah jumlah yang sangat banyak! Jangankan uang sebesar itu, untuk mencukupi kehidupan keluarga saja kadang tidak cukup. Bahkan ibu hanya membuat bubur untuk makanan kami. Walaupun rasanya asin, tapi itu lah makanan yang paling enak di rumah ku. yaaah  memang, untuk makan saja sangat susah apalagi memberi ku uang hanya untuk ongkos pergi. Tapi, usaha ku tak lepas sampai disini, akhirnya utara kan semua masalahku kepada wali kelas ku dan Alhamdulillah beliau berkenan untuk membantu saya. Masalah ongkos  pun telah berakhir.

***
“Ibu…..!!!!! aku lulus!!!” teriak ku ketika sampai di depan pintu.  Ibu langsung menyambut ku dan meraih surat kelulusan yang sedari tadi ku genggam. Sepanjang mata menyapu setia inci surat itu, Butiran bening pun mulai mengalir dari sudut mata indahnya. Tatapan mata penuh kasih sayang terpancar jelas dari kedua matanya.
“Alhamdulillah nak, alhamdulillah” ucap syukurnya.
Ibu ku adalah wanita yang paling hebat yang pernah aku temui, sungguh!. Dia tidak pernah mengeluhkan kesusahanya di depan ku. dia selalu tampak tegar laksana karang yang tetap berdiri kokoh mesti ombak menghantamya setiap detik. Begitulah sosok ibu ku, di dalam kesusahanya, ia selalu mendukung setiap impian putra sulungnya. Walaupun ia juga tidak tahu bagaimana cara mewujudkanya.

Setelah resmi bukan anak SMP lagi, aku mulai tersadar bahwa aku harus benar-benar berusaha dalam mewujudkan semua impian ku. khususnya impian ku mengenyam pendidikan hingga sarjana. dengan modal mimpi dan tekad yang telah terpatri kuat dalam hati untuk terus berusaha hingga allah lah yang akan menghentikan usaha ku dan menggantikanya dengan sebuah  sebuah istana yang penuh dengan ke indahan.
ku goreskan nama ku diselembar formulir pendaftaran sebuah SMK Negeri di kota ku sebagai persyaratan mendaftar di sekolah tersebut.
“Bissmillahhirrohmanirrohim … semoga usaha ku yang ini tidak gagal lagi” gumam ku dalam hati. Memang Setelah tidak lolos seleksi di sma da’I annur – inrdamayu, aku putuskan untuk mendaftar di sekolah ini. Kebetulan ada guru yang merekomendasikan ku untuk daftar di sekolah tersebut.

”selain biayanya murah, sekolahnya pun sudah bekerja sama dengan Negara lain, khususnya Negara jepang yang setiap tahunnya meminta untuk mengirimkan suber daya manusia dari sekolah itu untuk di kerjakan di perusahaan yang ada jepang” jelas pak komar.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu dan ayah aku mencoba untuk mendaftar.  Hari- hari ku hanya ku lewati dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.

Dua minggu sudah tidak ada informasi tentang kejelasan surat pendaftran ku. perasaan ku sangat tidak tenang, khawatir jika aku tidak lolos seleksi lagi.
“Alan!! Alann!!” pangil ma’ruf sambil lari tergesa-gesa.
“Ada apa ruf, kayanya buru- buru sekali?.” Tanya ku.
Disodorkanya sebuah surat dengan lambang sekolah SMK NEGERI 2 SUBANG di pojok kanan atasnya. Ku amil surat itu dan ku baca dengan detak jantung yang berdetak tak beraturan.
“Ginama Al? kamu lolos?.” Tanya ma’ruf.
“Alhamdulillah……!!!!!” teriak ku sambil loncat-loncat dan memeluk tubuh ma’ruf yang ada di depan ku.
“alhandulillah kalo gitu “
“kamu gimana ma’ruf?” Tanya ku.
“Alhamdulillah aku juga lolos” senyum tipisnya menyisip di wajahnya.
“ ouh iya al, kata pak komar satu minggu lagi kita ke sana untuk test kesehatan dan bayar uang pendaftaran. Kita pergi bareng-bareng” ujarnya.
“satu minggu lagi??” Tanya ku kaget.
“iya, siap-siap aja ya!”
Ucapan itu mengakhiri perbincangan ku dengan nya di sore itu. Sungguh aku sangat bingung, aku merasa senang karna ku telah lolos seleksi. di sisi lain,  aku juga bingung bagaimana cara mencari uang sebesar itu dalam jangka waktu satu minggu. ibu yang mendengar berita ini hanya menatap ku dengan tatapan penuh misterius. Matanya sangat tajam melihat ku seakan hendak menerkam ku. tapi, wajahnya memancarkan kasih saying yang luar biasa. Sungguh aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh nya.
Satu minggu memang waktu yang tidak cukup untuk mengumpulkan uang sebesar itu, tapi setidaknya satu minggu merupakan waktu yang sangat berharga jika hanya digunakan untuk hal yang tak bisa membantu menyelesaikan masalah ku. tongkat dengan ujung besi bengkok diikat dengan karet ban lah yang setia menemani ku dalam seminggu belakangan ini. pergi ke setiap kebun untuk mencari ranting kering. Mata ku sudah sangat lihai memilih mana ranting yang kering dan mana yang masih basah. Tangan ku juga begitu termpil menarik ranting kering dengan tongkat ku ini jika terlihat ada ranting yang sudah siap ambil. Ku ikat tumpukan kayu yang sudah ku kumpulkan dengan tangkai daun pisang yang sudah layu daunya. Ku bawa hasil rerotek ku untuk dijual ke tetangga yang masih menggunakan kayu bakar .
“Al…! mau bawa kemana tuh kayunya?” Tanya ibu maryam.
“mau aku jual bu” jawab ku.
“mau jual berapa al?”
“paling lima ribu aja bu”
“kalo gitu simpan aja sini biar ibu yang beli” tawarnya.
“hah? Serius bu?”
“iyaa, udah cepat taruh situ. Capek manggul kayu sebanyak itu” pintanya.
Ku letakan kayu itu di samping rumahnya dan ia pun member lima lembar uang seribuan sebagai pengganti kayu itu.
“emang buat apa al cari kayu kaya gini?” Tanya nya lagi.
“buat ongkos ke subang kota bu, kan 2 hari lagi mau ada test kesehatan di smk 2 subang. Bukanya ma’ruf  ikut juga ?”
“ya ampuun al, emang kalo kamu sudah masuk ke sekolah itu kamu mau tinggal dimana? Biaya sekolahnya gimana? Nyari ongkos kesana saja sudah sesusah ini apalagi biaya pendidikanya. Ma’ruf aja yang biaya pendaftaran sudah lunas, tidak jadi masuk karna tak sanggup untuk biaya pendidikan dan biaya hidup kedepanya” jelas bu maryam.
“jadi bu, ma’ruf  tidak jadi masuk?? Terus masuk sekolah mana??”
“di smk hidayatullah. Selain dekat, biayanya juga sangat terjangkau. Jadi kamu gimana al kalo sudah mulai seolah disana?”
“hmmm mungkin aku bakal sambil kerja bu”
“yakin kamu sekolah sambil kerja?”
“insya allah bu, yaudah bu aku pamit dulu, sudah mulai sore.”
Perbincangan aku dengan ibu ma’ruf telah mencabik-cabik semangat ku. memang benar apa yang dikatakan ibu maryam. Bagaimana aku nantinya? Apakah aku bisa menjalani hidup seperti itu? Mungkin hanya akhir dari usaha ku lah yang akan menjawab pertanyaan itu.

Sinar matahari pagi menembus ke ruang kamar ku sambil membisakan ke telinga ku “hei al bangun!! Ini adalah hari terakhir yang akan menentukan impian mu. Ayo cepat bangun!”
Suara itu hilang seiring terhembus angin ke luar jendela. Kulihat sekitar rumah, sepi, Seperti tidak ada tanda kehidupan. Ku lihat ke dapur, tak ada seorang pun disana.
“kemana ya ibu?” gumam ku dalam hati.
Ibu datang dari balik pintu dengan muka yang sangat dalam, seakan memendam masalah yang begitu besar. Semakin dekat semakin jelas wajah malaikat itu di penuhi dengan kecemasan.
“ibu darimana? Terus kenapa wajh ibu murung seperti itu?”
ibu menatap ku sangat dalam dan begitu lama, kemudian memeluk ku dengan erat.
“nak, maaf kan ibu nak, ibu tidak bisa membantu kamu. Ibu sudah usaha semampu ibu tapi ibu tetap saja tak bisa. Seandainya jari-jari ibu ini bisa dijual untuk membiayayai sekolah mu, ibu rela nak menjualnya!” isak tangis pun pecah dalam pelukan ku.
“ibu… maafkan alan sudah memaksa ibu. Seharusnya ala sudah sadar kalau ala tidak mungkin lanjut sekolah, alan terlalu memaksakan bu. Mungkin ini memang yang terbaik buat alan” air mata ku pun tak tertahan kan lagi keluar dari kelenjarnya.
Semanjak hari itu, aku mulai sadar bahwa tidak sekolah adalah yang terbaik untuk ku. aku hanya meyakini bahwa allah adalah sebaik-baik penyusun rencana. Rencana yang indah pada saat yang telah ditentukan. Kehidupan ku mulai berubah dari anak sekolah menjadi anak tidak sekolah, terkadang aku iri jika melihat kawan ku memakai baju putih abu-abu. Tak jarang pula aku menangis menerima kenyataan ini. hanya shalat lah yang bisa menenangkan ku di saat seperti ini.
Tiga bulan sudah aku lulus dari smp, kegiatan ku sekarang hanya menjadi santri masjid. aku hanya ingin mencari kesibukan agar terlupa dari kegagalan impian ku. kegiatan pesantren kilat pun telah berhasil membuat ku lupa akan hal itu.
“Alan…alan..!!” sahut ibu dari luar masjid.
“Ada apa bu??” jawab ku.
“Tadi bibi sari baru datang dari batam kemudian mampir ke rumah”
“terus?”
“katanya nanti kamu ikut ke batam dan sekolah disana. Bibi sari yang membiayai.” Ujar ibu senang.
“serius bu? Alhamdulillah ya robb” ucap syukur ku.

Satu hari sebelum hari idul fitri aku pamitan kepada ibu untuk berangkat ke batam. Aku sangat senang akhirnya ku bisa juga sekolah. Sepanjang perjalanan ke Jakarta aku hanya tersenyum-senyum sendiri, tak nyangka aku kan sekolah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini. sesampainya ku di batam, aku terkagum dengan kota ini. ternyata kota batam dekat dengan Negara singapura. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa berkunjung kesana.
4 tahun kemudian……..
“ibu , alan lulus dengan nilai tertinggi se-SMA!! Alan juga dapat beasiswa kuliah sampai lulus bu di Politeknik Negeri Batam!” terang ku pada ibu saat di telpon.
“Alhamdulillah nak….” Ucap ibu diiringi dengan isak tangis bahagia.

Hembusan angin menari-nari di sekeliling ku seolah sedang merayakan suatu kemenangan.  Alunan dedaunan melambai-lambai seperti ingin mencoba  mengucapkan “selamat datang”. ku angkat ransel ku dan ku pandangi bangungan kokoh bercat ungu di depan. Ku gerakan kaki dengan penuh syukur atas nikmatnya menuju bangunan dengan tulisan “POLITEKNIK NEGERI BATAM”  di depanya.

“berdo’a lah kepada-KU,pasti AKU akan mengabulkan do’a mu. Sungguh janji allah itu benar dan pasti, Lebih pasti dari bahwa hari esok matahari akan terbit dari timur. Dan ingat bahwa allah itu maha kuasa, tidak ada yang tidak mungkin bagi-NYA. maka, berusaha dan berdo’a lah!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar