Memiliki sebuah mimpi adalah hal yang
sangat wajar bagi setiap manusia. Apalagi bagi kaum muda yang masih mempunyai
ghirah tinggi. Hal itu juga yang aku rasakan. Begitu banyak cita-cita yang
selalu ku impikan sejak masih ingusan. Tak jarang pula selalu ku utarakan
impianku kepada kepada ayah dan ibu.
walaupun meraka hanya mengiyakan dan selalu diakhiri dengan cadaan.
Aku anak biasa yang berasal dari desa
pusaka jaya, sebuah desa yang jauh dari jantung kota subang. Kehidupan ku pun
tak ada yang spesial, di sekolah tak pernah juara kelas. Seingat ku, aku hanya
mendapat kan peringkat ke-4 ketika aku lulus dari SDN Arif Rahman Hakim.
Dilingkungan rumah pun aku termasuk anak yang sangat biasa-biasa saja. Tidak
pandai main bola, main game play station selalu kalah, dan ngaji al-quran yang
biasa diikuti anak kampung pun, hanya aku yang belum khatam. Sungguh tak ada
yang spesial yang terlahir dalam diriku. Tapi, allah swt maha adil. DIA selalu
mengirimkan suatu kelebihan di setiap kekurangan. Allah swt telah menyiapkan untuk ku mental
baja yang siap menjadi tameng disetiap kekurangan ku, keraguan ku, kekalahan
ku, dan untuk sang mimpi yang selalu membisikan dalam telinga ku “Alan kamu pasti bisa, ayo jemput aku! Tidak
ada yang mustahil di dunia ini”.
Aku tumbuh menjadi anak yang penuh
dengan impian. impian untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya, impian
untuk memperbaiki kualitas hidup, dan impian
untuk membahagiakan kedua orang tua ku. keluarga ku bukanlah berasal dari kaum
berdarah biru. Ayah hanya seorang buruh bangun yang kerjaanya tidak pasti. Ibu
pun hanya berjualan jagung rebus keliling yang keuntunganya hanya bisa dipakai
untuk hari itu.
Keadaan keluarga ku tak menjadikan
alasan untuk menghentikan semua cita-cita ku yang telah kubina sejak dulu. Sebelum
kelulusan sekolah menengah pertama diumumkan, aku telah memilih beberapa SMA
yang menurutku bagus tapi sangat ramah di kantong. Sebulan sebelum Ujian
Nasional Tingkat SMP tahun 2009, ada sebuah instansi yang mempromosikan
sekolahnya.
“If
you could speak English well, a chance study aboard on your hand.” terang salah
seorang dari mereka. Mata ku tak dapat dialihkan dari perhatiannya. Sekujur
tubuh ku merinding disko ketika mendengarkan penjelasanya.
“waaaaww!!! Sekolah keluar negeri!!!
Kereen!!” ucap ku dalam hati. Semenjak hari itu aku sangat berminat untuk masuk
ke sekolah dai annur.mencari informasi tentang pendaftaran dan semua hal
tentang sekolah dai annur adalah hal sangat penting aku lakukan. ujian masuk
SMA DA’I ANNUR- INDRAMAYU pun tinggal seminggu lagi akan dilaksanakan. Periapan
berperang melawan kolonial rentetan angka-angka dan istilah – istilah aneh pun
telah ku pelajari dengan baik. Namun menjelang keberangkatan ku untuk mengikuti
ujian test terkendala karna aku tidak mempunya ongkos untuk pergi ke sekolah
itu. Jarak antara desa ku dan sekolah itu memang cukup jauh, butuh sekitar satu
jam lebih untuk bisa sampai kesana. Memang sih hanya Rp 30.000. tapi bagi ku
itu adalah jumlah yang sangat banyak! Jangankan uang sebesar itu, untuk
mencukupi kehidupan keluarga saja kadang tidak cukup. Bahkan ibu hanya membuat
bubur untuk makanan kami. Walaupun rasanya asin, tapi itu lah makanan yang
paling enak di rumah ku. yaaah memang,
untuk makan saja sangat susah apalagi memberi ku uang hanya untuk ongkos pergi.
Tapi, usaha ku tak lepas sampai disini, akhirnya utara kan semua masalahku
kepada wali kelas ku dan Alhamdulillah beliau berkenan untuk membantu saya.
Masalah ongkos pun telah berakhir.
***
“Ibu…..!!!!! aku lulus!!!” teriak ku
ketika sampai di depan pintu. Ibu
langsung menyambut ku dan meraih surat kelulusan yang sedari tadi ku genggam. Sepanjang
mata menyapu setia inci surat itu, Butiran bening pun mulai mengalir dari sudut
mata indahnya. Tatapan mata penuh kasih sayang terpancar jelas dari kedua
matanya.
“Alhamdulillah
nak, alhamdulillah” ucap syukurnya.
Ibu ku adalah wanita yang paling hebat
yang pernah aku temui, sungguh!. Dia tidak pernah mengeluhkan kesusahanya di
depan ku. dia selalu tampak tegar laksana karang yang tetap berdiri kokoh mesti
ombak menghantamya setiap detik. Begitulah sosok ibu ku, di dalam kesusahanya,
ia selalu mendukung setiap impian putra sulungnya. Walaupun ia juga tidak tahu
bagaimana cara mewujudkanya.
Setelah
resmi bukan anak SMP lagi, aku mulai tersadar bahwa aku harus benar-benar
berusaha dalam mewujudkan semua impian ku. khususnya impian ku mengenyam
pendidikan hingga sarjana. dengan modal mimpi dan tekad yang telah terpatri
kuat dalam hati untuk terus berusaha hingga allah lah yang akan menghentikan
usaha ku dan menggantikanya dengan sebuah
sebuah istana yang penuh dengan ke indahan.
ku goreskan nama ku diselembar formulir
pendaftaran sebuah SMK Negeri di kota ku sebagai persyaratan mendaftar di
sekolah tersebut.
“Bissmillahhirrohmanirrohim … semoga
usaha ku yang ini tidak gagal lagi” gumam ku dalam hati. Memang Setelah tidak
lolos seleksi di sma da’I annur – inrdamayu, aku putuskan untuk mendaftar di
sekolah ini. Kebetulan ada guru yang merekomendasikan ku untuk daftar di
sekolah tersebut.
”selain biayanya murah, sekolahnya pun
sudah bekerja sama dengan Negara lain, khususnya Negara jepang yang setiap
tahunnya meminta untuk mengirimkan suber daya manusia dari sekolah itu untuk di
kerjakan di perusahaan yang ada jepang” jelas pak komar.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu dan ayah aku mencoba untuk mendaftar. Hari- hari ku hanya ku lewati dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.
akhirnya denga modal nekat dan restu ibu dan ayah aku mencoba untuk mendaftar. Hari- hari ku hanya ku lewati dengan berikhtiar dan berdo’a, beharap allah meridhoi impian ku.
Dua minggu sudah tidak ada informasi tentang
kejelasan surat pendaftran ku. perasaan ku sangat tidak tenang, khawatir jika
aku tidak lolos seleksi lagi.
“Alan!!
Alann!!” pangil ma’ruf sambil lari tergesa-gesa.
“Ada
apa ruf, kayanya buru- buru sekali?.” Tanya ku.
Disodorkanya sebuah surat dengan lambang
sekolah SMK NEGERI 2 SUBANG di pojok kanan atasnya. Ku amil surat itu dan ku
baca dengan detak jantung yang berdetak tak beraturan.
“Ginama
Al? kamu lolos?.” Tanya ma’ruf.
“Alhamdulillah……!!!!!”
teriak ku sambil loncat-loncat dan memeluk tubuh ma’ruf yang ada di depan ku.
“alhandulillah
kalo gitu “
“kamu
gimana ma’ruf?” Tanya ku.
“Alhamdulillah
aku juga lolos” senyum tipisnya menyisip di wajahnya.
“
ouh iya al, kata pak komar satu minggu lagi kita ke sana untuk test kesehatan
dan bayar uang pendaftaran. Kita pergi bareng-bareng” ujarnya.
“satu
minggu lagi??” Tanya ku kaget.
“iya,
siap-siap aja ya!”
Ucapan itu mengakhiri perbincangan ku
dengan nya di sore itu. Sungguh aku sangat bingung, aku merasa senang karna ku
telah lolos seleksi. di sisi lain, aku
juga bingung bagaimana cara mencari uang sebesar itu dalam jangka waktu satu
minggu. ibu yang mendengar berita ini hanya menatap ku dengan tatapan penuh misterius.
Matanya sangat tajam melihat ku seakan hendak menerkam ku. tapi, wajahnya
memancarkan kasih saying yang luar biasa. Sungguh aku tidak tahu apa yang
dipikirkan oleh nya.
Satu minggu memang waktu yang tidak
cukup untuk mengumpulkan uang sebesar itu, tapi setidaknya satu minggu
merupakan waktu yang sangat berharga jika hanya digunakan untuk hal yang tak
bisa membantu menyelesaikan masalah ku. tongkat dengan ujung besi bengkok
diikat dengan karet ban lah yang setia menemani ku dalam seminggu belakangan
ini. pergi ke setiap kebun untuk mencari ranting kering. Mata ku sudah sangat
lihai memilih mana ranting yang kering dan mana yang masih basah. Tangan ku
juga begitu termpil menarik ranting kering dengan tongkat ku ini jika terlihat
ada ranting yang sudah siap ambil. Ku ikat tumpukan kayu yang sudah ku
kumpulkan dengan tangkai daun pisang yang sudah layu daunya. Ku bawa hasil rerotek ku untuk dijual ke tetangga
yang masih menggunakan kayu bakar .
“Al…!
mau bawa kemana tuh kayunya?” Tanya ibu maryam.
“mau
aku jual bu” jawab ku.
“mau
jual berapa al?”
“paling
lima ribu aja bu”
“kalo
gitu simpan aja sini biar ibu yang beli” tawarnya.
“hah?
Serius bu?”
“iyaa,
udah cepat taruh situ. Capek manggul kayu sebanyak itu” pintanya.
Ku
letakan kayu itu di samping rumahnya dan ia pun member lima lembar uang
seribuan sebagai pengganti kayu itu.
“emang
buat apa al cari kayu kaya gini?” Tanya nya lagi.
“buat
ongkos ke subang kota bu, kan 2 hari lagi mau ada test kesehatan di smk 2
subang. Bukanya ma’ruf ikut juga ?”
“ya
ampuun al, emang kalo kamu sudah masuk ke sekolah itu kamu mau tinggal dimana?
Biaya sekolahnya gimana? Nyari ongkos kesana saja sudah sesusah ini apalagi
biaya pendidikanya. Ma’ruf aja yang biaya pendaftaran sudah lunas, tidak jadi
masuk karna tak sanggup untuk biaya pendidikan dan biaya hidup kedepanya” jelas
bu maryam.
“jadi
bu, ma’ruf tidak jadi masuk?? Terus
masuk sekolah mana??”
“di
smk hidayatullah. Selain dekat, biayanya juga sangat terjangkau. Jadi kamu
gimana al kalo sudah mulai seolah disana?”
“hmmm
mungkin aku bakal sambil kerja bu”
“yakin
kamu sekolah sambil kerja?”
“insya
allah bu, yaudah bu aku pamit dulu, sudah mulai sore.”
Perbincangan aku dengan ibu ma’ruf telah
mencabik-cabik semangat ku. memang benar apa yang dikatakan ibu maryam. Bagaimana
aku nantinya? Apakah aku bisa menjalani hidup seperti itu? Mungkin hanya akhir
dari usaha ku lah yang akan menjawab pertanyaan itu.
Sinar matahari pagi menembus ke ruang
kamar ku sambil membisakan ke telinga ku “hei al bangun!! Ini adalah hari
terakhir yang akan menentukan impian mu. Ayo cepat bangun!”
Suara itu hilang seiring terhembus angin
ke luar jendela. Kulihat sekitar rumah, sepi, Seperti tidak ada tanda
kehidupan. Ku lihat ke dapur, tak ada seorang pun disana.
“kemana
ya ibu?” gumam ku dalam hati.
Ibu datang dari balik pintu dengan muka
yang sangat dalam, seakan memendam masalah yang begitu besar. Semakin dekat
semakin jelas wajah malaikat itu di penuhi dengan kecemasan.
“ibu
darimana? Terus kenapa wajh ibu murung seperti itu?”
ibu
menatap ku sangat dalam dan begitu lama, kemudian memeluk ku dengan erat.
“nak,
maaf kan ibu nak, ibu tidak bisa membantu kamu. Ibu sudah usaha semampu ibu
tapi ibu tetap saja tak bisa. Seandainya jari-jari ibu ini bisa dijual untuk
membiayayai sekolah mu, ibu rela nak menjualnya!” isak tangis pun pecah dalam
pelukan ku.
“ibu…
maafkan alan sudah memaksa ibu. Seharusnya ala sudah sadar kalau ala tidak
mungkin lanjut sekolah, alan terlalu memaksakan bu. Mungkin ini memang yang
terbaik buat alan” air mata ku pun tak tertahan kan lagi keluar dari
kelenjarnya.
Semanjak hari itu, aku mulai sadar bahwa
tidak sekolah adalah yang terbaik untuk ku. aku hanya meyakini bahwa allah
adalah sebaik-baik penyusun rencana. Rencana yang indah pada saat yang telah ditentukan.
Kehidupan ku mulai berubah dari anak sekolah menjadi anak tidak sekolah,
terkadang aku iri jika melihat kawan ku memakai baju putih abu-abu. Tak jarang
pula aku menangis menerima kenyataan ini. hanya shalat lah yang bisa
menenangkan ku di saat seperti ini.
Tiga bulan sudah aku lulus dari smp,
kegiatan ku sekarang hanya menjadi santri masjid. aku hanya ingin mencari
kesibukan agar terlupa dari kegagalan impian ku. kegiatan pesantren kilat pun
telah berhasil membuat ku lupa akan hal itu.
“Alan…alan..!!”
sahut ibu dari luar masjid.
“Ada
apa bu??” jawab ku.
“Tadi
bibi sari baru datang dari batam kemudian mampir ke rumah”
“terus?”
“katanya
nanti kamu ikut ke batam dan sekolah disana. Bibi sari yang membiayai.” Ujar
ibu senang.
“serius
bu? Alhamdulillah ya robb” ucap syukur ku.
Satu hari sebelum hari idul fitri aku
pamitan kepada ibu untuk berangkat ke batam. Aku sangat senang akhirnya ku bisa
juga sekolah. Sepanjang perjalanan ke Jakarta aku hanya tersenyum-senyum
sendiri, tak nyangka aku kan sekolah. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk
belajar dengan sungguh-sungguh. Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini.
sesampainya ku di batam, aku terkagum dengan kota ini. ternyata kota batam
dekat dengan Negara singapura. Semoga saja suatu saat nanti aku bisa berkunjung
kesana.
4
tahun kemudian……..
“ibu
, alan lulus dengan nilai tertinggi se-SMA!! Alan juga dapat beasiswa kuliah
sampai lulus bu di Politeknik Negeri Batam!” terang ku pada ibu saat di telpon.
“Alhamdulillah
nak….” Ucap ibu diiringi dengan isak tangis bahagia.
Hembusan angin menari-nari di sekeliling
ku seolah sedang merayakan suatu kemenangan.
Alunan dedaunan melambai-lambai seperti ingin mencoba mengucapkan “selamat datang”. ku angkat ransel
ku dan ku pandangi bangungan kokoh bercat ungu di depan. Ku gerakan kaki dengan
penuh syukur atas nikmatnya menuju bangunan dengan tulisan “POLITEKNIK NEGERI
BATAM” di depanya.
“berdo’a lah
kepada-KU,pasti AKU akan mengabulkan do’a mu. Sungguh janji allah itu benar dan
pasti, Lebih pasti dari bahwa hari esok matahari akan terbit dari timur. Dan
ingat bahwa allah itu maha kuasa, tidak ada yang tidak mungkin bagi-NYA. maka,
berusaha dan berdo’a lah!”.